Keheningan dan Kesepian Berbuah Kebahagian dan Kegembiraan
Dimalam keberangkatan peserta KKM dari kampus Universitas Almuslim di Matangglumpang dua, suasana pencahayaan sedikit remang-remang, sejumlah seat bus berbadan ramping ditumpangi peserta tidaklah terasa sepi, terdengar sayup-sayup alunan musik dengan volume sedikit agak kecil.
Sekali-kali saat abang supir menekan gas muncul suara mesin bus sedikit membesar, diiringi keluarnya kepulan asap berwarna hitam pekat tanpa bau aroma kopi robusta.
Sehingga menambah hembusan untuk memecah kesunyian perjalanan peserta KKM Universitas Almuslim angkatan XXVI ke Aceh Tamiang malam itu.
Lebih kurang lima jam perjalanan peserta menikmati syahdunya alunan musik perjalanan malam yang sepi, dibalik itu juga terdengar selipan suara obrolan lelaki dan cengisan ketawa beberapa gadis mengiringi perjalanan malam mereka untuk melaksanakan pengabdian dan menjemput kenangan.
Banyak juga peserta KKM yang menumpangi bus tersebut tanpa menghiraukan dinginnya romantisnya suasana malam, mereka terus memejamkan mata, sambil menarik nafas tidur dengan dekapan kedua tangan di dada.
Alhamdulillah suasana perjalanan malam itu, walau sedikit dingin karena turut dibasahi uapan embun malam yang mengiringi perjalanan penuh kenangan menuju pengabdian KKM mahasiswa Universitas Almuslim di Aceh Tamiang berjalan lancar, aman terkendali dan selamat sampai di lokasi.
Tanpa terasa perjalanan malam itu menghabiskan waktu lebih kurang lima jam terlewati sempurna. Sesampainya disana, fajar pagi Aceh Tamiang belum menyingsing untuk menampakkan kerdipan cahaya "Wellcome" bagi peserta.
Dalam pencahayaan yang masih menunggu ayam berkokok, tanpa aba-aba deretan bus yang membawa peserta KKM langsung masuk pekarangan dan berhenti di parkiran sebuah mesjid pinggir kota Kualasimpang.
Ratusan penumpang dengan wajah letih dalam balutan jaket almamater warna hijau kebanggaan kampus Universitas Almuslim tanpa menunggu perintah langsung turun tergopoh-gopoh mencari toilet mesjid.
Setelah itu matahari pagi mulai menampakkan cahayanya ke alam semesta, perlahan-lahan secara berkonvoi satu persatu moncong bus mulai keluar dari pekarangan mesjid.
Tidak sampai 10 menit, akhirnya bus memasuki pekarangan kantor Bupati Aceh Tamiang dan secara berderet parkir dibagian samping kiri kantor bupati Aceh Tamiang.
Satu persatu mahasiswa turun menuju halaman kantor bupati untuk mengikuti upacara penyambutan dilaksanakan pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
Saat mengikuti upacara, mahasiswa secara sigap mengikuti arahan komando bataliyon non baret berbaris berjejar sesuai kecamatan lokasi KKM yang telah ditentukan.
Lebih kurang 25 menit upacara seremonial penyambutan turut dirangkaikan sejumlah pidato resmi dari pejabat terkait, baik dari pemkab Aceh Tamiang maupun dari Kampus Universitas Almuslim berlangsung secara tertib, aman, lancar tanpa memuntahkan satupun peluru karet dari pihak keamanan.
Usai seremonial penyambutan penerimaan di kantor Bupati, peserta KKM diberangkatkan ke kantor camat masing-masing sebelum diserahkan kepada Datok Penghulu kampung lokasi KKM.
Saat keberangkatan dari kantor bupati ke kantor camat, ada satu cerita kenangan yang penulis adopsi pada tulisan ini, berupa pengalaman dialami peserta KKM yang ditempatkan pada wilayah kewedanan (kecamatan) Banda Mulia.
Saat menuju wilayah tersebut bus ditumpangi harus melewati sejumlah perkebunan sawit yang sepi dan jauh dari pusat perkotaan.
Penumpang yang duduk dari sisi kiri maupun kanan tanpa komando terus mengintip setiap pemandangan dan suasana perkebunan sawit yang begitu hening dan sepi. Melihat kondisi itu beberapa penumpang sempat tercengang dalam balutan penuh ketakutan ketika melihat kondisi kawasan yang akan mereka tempati selama satu bulan kedepan.
Setelah menikmati perjalanan penuh keheningan kesepian, banyak peserta KKM mulai ciut nyali preman kampus yang selama ini mereka anggarkan. Mereka tidak menyangka suasana daerah begitu sepi dan sunyi yang terus menampakkan melalui jejeran pohon sawit yang terbentang sejauh mata memandang.
Tidak ada suasana kegirangan, keceriaan dan kebahagian dari raut wajah penumpang bus yang membawa mereka ke lokasi KKM. Yang ada hanya kegelisahan, ketakutan dan kekhawatiran dari penampakan pemandangan perkebunan sawit.
Melihat suasana tersebut, beberapa laki-laki langsung mengambil video suasana kebun dan jalan yang begitu sepi, bahkan ada beberapa mahasiswi sempat menangis sambil membisikkan pada teman lain, agar mereka pulang saja, ngak mau ikut program KKM.
Ada juga langsung menyampaikan kepada sang driver bus, bagaimana caranya agar mereka tidak jadi ditempatkan di daerah tersebut, melalui sang abang driver mereka minta pulang.
Suasana kegaduhan tersebut hanya sempat terjadi beberapa puluh detik, setelah itu kondisi inflasi air mata peserta normal kembali. Dibalik kegaduhan tersebut banyak peserta memanfaatkan momen dengan menebarkan senyuman dan emoji tertawa pada setiap status medsos, setelah melihat kondisi temanya yang sudah lemah gemulai karena ketakutan sebelum sampai tujuan.
Singkat cerita sampailah mereka di kantor camat Banda Mulia, di sana peserta bukan menaikkan grade aura kebahagian, malah semakin menurunkan grade kebahagian menuju rasa ketakutan dan kegelisahan tidak bertepi, karena mereka telah menikmati sendiri suasana perjalanan yang begitu sepi.
Apalagi peserta berlabel kaum "RA Kartini" walau sudah berjumpa dengan bapak angkat Datok Penghulu, wajah mereka masih tetap “Gelap”, hal ini karena sepanjang perjalanan tidak mereka temukan “Terangnya” suasana jalan perkebunan menuju kantor camat.
Teryata habis Gelap terbitlah Terang belum berlaku pada proses perjalanan mereka menuju lokasi KKM. Mereka tetap mengeluh, wajahnya tidak menampakkan aura kebahagiaan, padahal semua skincare dan lipstik motivasi dan semangat pengabdian terus diolesi pada wajah keberhasilan.
Hal ini mungkin karena kecapean plus kondisi penempatan jauh dari kota dan pusat perbelanjaan, apalagi tersebar informasi ada beberapa tempat minus jaringan Internet.
Singkat cerita setelah serah terima di kantor camat, peserta KKM langsung diterima Datok Penghulu (kepala desa), tanda sahnya persahabatan awal, mereka dengan pihak kampung, untuk menghilangkan rasa keraguan mereka berfoto bersama dan momen berselfiria.
Kemudian satu persatu kelompok dijemput oleh kenderaan yang telah disiapkan pihak kampung, ada pakai mobil pribadi, becak, pick up, kenderaan dinas roda dua pak Datok, seterusnya mereka dibawa pulang ke pondokan di kampung masing-masing.
"Kami berjumlah 8 orang terdiri
Maulana (Teknik Sipil), Cut Andriani (PGSD), Triee Salsabila ( Informatika/FIKOM), Syahrul Ambia ( Kehutanan),Quratul Aini ( PGSD), Nurul Aulia Nisa ( PGSD), Mutia ( Peternakan) dan Sinta Mahara ( Bahasa Indonesia), Ujar Triee Salsabila peserta KKM yang ditempatkan di kampung Suka Damai kecamatan Banda Mulia.
Selama di kampung KKM, kami tinggal di posko merupakan sebuah rumah kosong disediakan pihak kampung, jelas Maulana ketua kelompok KKM kampung tersebut.
Kami tinggal terpencar, cowok tinggal di satu rumah dihuni seorang nenek merupakan ortu dari pak Datok penghulu. Sedangkan kami cewek tinggal di rumah yang lain sesama cewek, rumahnya berdekatan dengan rumah pak Datok, kami disitu gratis, cuma bayar lampu saja, cerita Tree Salsabila.
Saat keberadaan dilokasi KKM kampung Suka Damai, kami merancang sejumlah proker sesuai kondisi wilayah yang telah kami jajaki beberapa hari pertama keberadaan di lokasi.
Ada satu pengalaman bagi kelompok kami, dimana pada suatu malam datanglah kepala sekolah PAUD kampung bernama buk Dewi ditemani seorang warga bernama kak Novi datang ke pondokan mahasiswa KKM cerita Cut Andriani turut didampinggi Triee Salsabila dan Nurul Aulia Nisa.
Menurut mereka tujuan kedatangan mereka ingin menjumpai dan mengundang anak KKM ke acara pestanya Kak Novi. Saat pertama mereka datang, mereka mengetok pintu pondokan, mendengar kedatangan orang pada malam itu, kami semua jadi takut, kami berperasaan pasti ada sesuatu masalah jelek yang terjadi oleh anak KKM di lokasi.
Sempat juga jantung kami bergetar tapi tidak sampai melampau skala ricter dan tidak berpotensi tsunami ketakutan berlebihan. Hanya letupan kegelisahan kecil saja, ungkap Triee salah seorang mahasiswi penghuni pondokan tersebut sedikit tersenyum.
Menurut Triee didampingi sejumlah penghuni kos lainnya seperti Quratul Aini ( PGSD), Nurul Aulia Nisa ( PGSD) dan Mutia ( Peternakan), teryata kedatangan mereka hanya untuk sharing² pemikiran, mereka menanyakan tentang proker KKM kami di kampung tersebut.
Mendengar hal tersebut legalah hati kami, ibarat iklan adem sari yang begitu dingin penuh suasana kehangatan. Teryata tujuan mereka datang untuk melakukan sharing proker yang cocok dengan kondisi pembelajaran anak sekolah PAUD, mereka mengajak kami untuk melaksanakan proker itu di sekolah buk Dewi, ujar mereka.
"Kalian ada ngak proker berkaitan memewarnai atau ngecat pagar" tanya Buk Dewi pada kami. Kami menjawab sepertinya tidak ada buk, terus buk Dewi bilang "Kalau kalian mau, kalian ngelukis saja di tembok pagar sekolah PAUD, nanti kami belikan cat dan kuas nya, ajak buk Dewi sambil diiayakan kak Novi
Pokoknya biayanya nanti sekolah yang tanggung, kalian cuma ngecat dan ngelukis saja, nanti itu kalian masukin ke proker kalian" gimana boleh, tanya buk Dewi lagi.
Mendapat tawaran tersebut, kami semua tersenyum gembira sambil menjawab mauuu…jawab kami serentak. Betapa tidak malam itu kami ibarat mendapat angpau lebaran dari seorang pengusaha minyak berjiwa sosial, begitulah kira-kira perasaan kami malam itu, ujar Tree Salsabilal sambil ketawa.
Pemikiran kami sangat wajar, betapa tidak sudah beberapa hari sebelum kedatangan mereka masih kebingungan merumuskan proker bidang pendidikan.
Otak kiri dan otak kanan kami sempat berputar-putar seperti gasing memikirkan proker bidang pendidikan yang cocok kami laksanakan di kampung tersebut.
Karena sudah beberapa hari diskusi dengan teman-teman kelompok tentang proker bidang pendidikan selalu memunculkan pikiran buntu untuk bidang proker itu.
Maka wajar kami semua sangat bersyukur mendapat tawaran tersebut, tentu kalau kami tolakpun ibarat orang sudah satu minggu kehausan menolak menerima setetes air ditengah padang savana.
Karena untuk proker bidang pendidikan, tidak tahu lagi mau buat apa? Semua pandangan sudah terhalang dengan kondisi ketakutan kesunyian perkebunan sawit di tanah seberang, hal ini mengingat tidak ada SD, SMP maupun SMA di kampung tersebut.
Sedangkan bagi anak warga yang ingin bersekolah, bagi anak warga kampung Suka Damai banyak yang hijrah lokasi keluar kampung untuk menempuh pendidikan, sedangkan untuk kampung seberang, lokasinya agak sedikit jauh jangkaunnya, jelas Syahrul Ambia.
Kemudian untuk merealisasi hasil penjajakan malam itu, terus kami lakukan Implementation Arrangement (IA), kami mulai turun kelapangan mengecat proyek “Lillahi Taala” yang telah kami sepakati dengan kepsek PAUD.
Kegiatan dimulai dengan mengamplas dinding (membersihkan cat lama) terus ngecat ulang semua dinding pagar dan teralis besinya, besoknya kami mulai bekerja ngelukis beberapa hewan dan binatang serta sejumlah bungga dan karakter kartun.
Target pengecatan tersebut harus selesai dalam waktu 3 hari, walaupun lamanya waktu tidak kami cantumkan dalam sebuah kontrak adenddum perjanjian proyek, seperti kebiasaan kontrak pekerjaan lazim berlaku didunia konstruksi.
Hasilnya satu hari bagian dinding dalam semua selesai sesuai target, kemudian dinding luar kami kerjakan hari kedua.
Sedangkan hari ketiga kami harus kerumah kak Novi untuk menghadiri acara pesta, kebetulan rumah kak Novi bersebalahan dengan sekolah PAUD.
Karena acara pesta kak Novi, buk Devi menyarankan pada kami agar pengecatan ditunda dulu beberapa hari, kami diminta berpartisipasi membantu acara pesta Buk Devi.
Kemudian pasa acara hari H pesta kak Novi, Buk Devi ngechat melalui Whatshap meminta tolong pada kami, “ Trie minta tolong bantu ngajar di PAUD, karena guru hari itu cuma 1 orang yang piket di sekolah.
“ Baik buk “ jawab saya cerita TRiee, Pukul 10 selesai kami ngajar, baru kami ke acara pesta, mengingat pesta di sana di mulai pukul 11 pagi sampai pukul 20 malam.
Lukisan dirusak
Pagi-pagi pukul setengah 8 pagi itu kami sudah berada di sekolah PAUD, sesaat kami sampai di sekolah, betapa shocnya kami, karena semua dinding yang sudah kami lukis dua hari lalu sudah rusak tercoret-coret seperti gaya Vandalisme.
Sedangkan ada satu dinding bagian luar belum sempat dilukis masih aman, tidak diganggu noda vandalisme sedikitpun. Kami semua jadi gelisah dan lemes. Karena target 3 hari semua pengecatan finis, akibat kejadian tersebut akhirnya menambah waktu dan tenaga kami untuk memperbaiki dan mulai dari nol lagi.
Kemudian kami melaporkan kejadian tersebut kepada buk Devi selaku kepala sekolah, “ buk Devi tak kalah terkejutnya, beliau juga jadi sedih dan pening kepalanya, teatpi tidak sampai harus minum “ bodrex”, mungkin obatnya sekarang sudah diborong oleh sejumlah oknum wartawan.
Besoknya kami dapat kabar, yang merusak lukisan itu adalah anak², mereka memancat pagar sekolah dan mengambil kuas bekas yang kami pakai ngecat, kebetulan disimpan buk Devi di samping pagar, cerita Triee didampinggi kawan-kawannya yang lain.
Kami tidak bisa marah, karena yang melakukan anak-anak, tentunya mereka tidak mengerti apa makna terkandung pada lukisan tersebut. Namanya anak-anak pasti awam arti dan makna serta cerita dibalik gambar lukisan yang telah dilukis pada sebagiaan tembok pagar sekolah.
Kejadian tersebut tidak kami mempermasalahkan siapa yang melakukan, kami tidak sampai melapor kepada APH apalagi ke MA, karena terkait dengan umur pelaku.
Kami hanya memperkuat mental kesabaran dan mengekang emosional (EQ) yang tinggi (High Emotional Intelligence) terhadap kejadian tersebut, sesuai harapan dan tujuan program KKM, agar kami tidak terbawa emosi dan marah berlebihan.
Entah bagaimana proses negosiasi antara ortu anak dengan pihak sekolah, Alhamdulillah orang tua anak itu, mau bertangung jawab dan mengantikan cat baru. Kami tetap harus perbaiki lagi pengecatan pagar tersebut. Pengecatan lanjutan tetap kami lakukan sesuai adendum perjanjian antara pihak sekolah dengan orang tua anak-anak yang merusak gambar tersebut.
Akhirnya semua persoalan tuntas kami laksanakan, atas partisipasi tersebut, kepala sekolah PAUD memberi bonus dengan membawa kami refresing ke kota Langsa bersama anak-anak sekolah PAUD.
Saat perjalanan refresing, rombongan juga turut didampingi Datok Penghulu dan nyonya. Selain berkeliling kota terkenal dengan UMKM terasi tersebut, kami juga singgah ke hutan lindung dan mangrove.
Perjalanan tersebut merupakan momen perpisahan penuh kenangan untuk menghilangkan stress yang telah menghantui kami sejak awal kedatangan dengan kondisi kesunyian sepanjang perjalanan yang kami lalui.
Tiba Waktu Penjemputan
Akhirnya tiba waktunya penjemputan tanda berakhirnya keberadaan mahasiswa KKM Umuslim dilokasi pengabdian yang telah kami laksanakan selama 30 hari.
Saat penjemputan wajah peserta mulai berubah mendekati 360 derajat kebahagiaan dan kemandirian. Penampakan wajah peserta KKM mulai beragam mulai kesenangan, kebahagian dengan tiba-tiba menyelinap, karena kerinduan ortu dan besti serta kampung halaman yang sebentar lagi akan bersemi kembali.
Ada juga bintik-bintik aura kesedihan terus tumbuh karena mau meninggalkan kampung yang telah memberi kenangan dan pengalaman selama satu bulan. Karena di ujung perjalanan KKM, mereka telah merangkai kenangan indah yang akan terus terpatri dalam sanubari.
Mereka telah merangkai sejumlah pelajaran hidup dengan segumpal memori kenangan yang di dapatkan selama 30 hari, sekarang saatnya finis pada titik perpisahan.
Dibalik keheningan dan kesepian yang mereka lalui saat awal perjalanan dengan menembus perkebunan sawit yang sepi dan menyeramkan telah terukir kegembiraan dan harapan untuk bertemu kembali di masa yang akan datang.
Terima kasih Pak Datok dan warga Kampung Suka Damai, juga kak Novi, buk Devi dan adik sekolah PAUD atas kerjasama dan kebersamaan pada setiap momen bersama program KKM di kampung Suka Damai, ujar Triee Salsabila.
Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) telah membentuk kami menjadi pribadi sabar, mandiri, peka terhadap kegiatan sosial dan semangat kegotongroyongan.
Selamat tinggal Kampung Suka Damai, selamat tinggal hasil program KKM, namun semangat pengabdian, kebersamaan dan kekeluargaan akan terus berkobar dalam sanubari kami.
Perpisahan telah terjadi, namun percayalah kenangan akan tetap abadi, karena perpisahan bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan kami sebagai mahasiswa menuju keberhasilan untuk meraih masa depan yang gemilang.
Akhirnya keheningan dan kesepian yang kami alami saat awal kedatangan, telah berbuah suatu kebahagian dan kegembiraan bagi kami setelah mengayuh kebersamaan selama satu bulan dilokasi KKM.
Kami akan tetap selalu mengingat aliran kenangan masa -masa KKM, bukan karena ada diantara peserta KKM yang cinlok sama warga lokal atau sesama besti peserta KKM, tetapi karena kebahagian dan persaudaraan yang telah kami nikmati dan raih dalam sauasan suka duka kekeluargaan.