Bulan Rajab bagi masyarakat berasal dari Pidie dan Pidie Jaya Provinsi Aceh mempunyai makna tersendiri, betapa tidak bulan tersebut bagi masyarakat setempat juga disebut dengan "Buluen Teut Apam".
Saat bulan Rajab atau kita bertamu ke daerah Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya di Aceh. Suasana lingkungan perkampungan begitu terasa pada Buluen Apam", Aroma bau asap dari pembakaran pengangan Apam begitu terasa dengan bau khasnya.
Pada bulan Rajab 1444 H menjadi kenangan mahasiswa Universitas Almuslim sedang melaksanakan pengabdian program KKM.
"Teut Apam" sebuah tradisi turun temurun dan sudah mengakar dalam masyarakat di dua kabupaten tersebut di Aceh.
Kue apam dimaksud, semacam makanan cemilan atau kue terbuat dari tepung beras semacam kue serabi dan beberapa bahan lain yang dijadikan adonan, kemudian dipanggang.
Proses masak apam digunakan beberapa bahan dan peralatan, seperti misalnya untuk bahan pembakaran menggunakan daun kelapa kering atau dalam bahasa Aceh “ubeu /on‘ue thoe”, tapi sekarang sudah banyak juga masyarakat memasak pakai gas.
Menurut mereka tujuan memakai bahan bakar dari daun kelapa kering tersebut agar pemanasan kue atau apam merata.
Setelah adonanya apamnya merata panasnya atau sudah matang, pada adonan tersebut akan muncul libang-lobang kecil dan permukaannya tidak lagi basah (Kering).
Selanjutnya kue apam tersebut dicungkil dengan pisau yang sudah “bugam” (papak pada ujungnya) atau dicungkil dengan “ceunulek apam” (pencungkil apam).
Setelah dicungkil di letakkan pada tempat yang tidak terbuka agar asap pemanas bisa keluar dari kue tersebut.
Makanya saat Buluen Apam daerah tersebut begotu terasa karena pelaksanaan Teilot Apam biasa dilakukan berkelompok.
Sehingga pada bulan itu di daerah Pidie akan tercium wangi yang khas sebagaimana aroma panggangan adonan yang diolah dari tepung seperti halnya bau semacam roti. Aroma tersebut berasal dari kue yang diberi nama “apam”.
Karena dilakukan pada Bulan Rajab maka pada bulan tersebut masyarakat Pidie Dan Pidie Jaya menamakan sebutan Buleun Apam.
Kue tersebut disuguhkan dengan kuah santan (Kuah Tuhee) berisikan pisang dan nangka atau bisa juga dimakan dengan taburan kukuran kelapa.
Tradisi teut apam di beberapa desa di Pidie Jaya menjadi menarik dan kenangan mahasiswa universitas almuslim yang melaksanakan pengabdian KKM di Pijay.
Seperti diceritakan mahasiswa Monawarah Nur berasal dari Peusangan Selatan Kabupaten Bireuen, melaksanakan KKM desa Deah Teumanah kecamatan Trienggadeng, menceritakan kesenangannya bisa belajar masak kuliner warisan indatu masyarakat Pidie dan Pijay yaitu teut apam.
"Kami baru pertama kali mencoba teut apam, ternyata membuat kuliner khas Pidie dan Pijay, tidak sesulit yang kita bayangkan, rasanya juga pas dilidah kami, cerita Monawarah Nur didampingi temannya Sahrafitri Yani mahasiswi prodi PGSD Fakuktas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) berasal dari Kabupaten Bener Meriah.
Teryata cara membuatnya sangat mudah tidak sesulit seperti yang kami pikirkan, rasanya juga enak, cerita Sahrafitri Yani tersenyum sambil mengiyakan temannya Dalila Afifa.
Kami sagat senang dan bahagia bisa mengikuti tradisi teut apam di desa lokasi KKM, ini punya kenangan tersendiri bagi kami, ungkap Bakri dan Wiga berasal dari Aceh Tengah.
Selain desa Deah Teumanah, hampir semua desa yang ada di Pidie Jaya tempat lokasi KKM mengadakan tradisi teut apam, seperti diceritakan sejumlah mahasiswa dari desa lain Noval Andriani Fakror Razi dari desa Panton Raya.
Menurut mereka tradisi teut apam merupakan sebuah kearifan lokal daerah tersebut mempunyai makna tersendiri, dimana tingkat kesetiakawan kebersamaan, silaturahmi dan kegotongroyongan masyarakat dalam momentun teut apam sangat kental.
Tradisi teut apam patut dilestarikan, karena kearifan lokal menumbuhkan suasana persaudaraan, saling memberi begitu terasa, ujar Wiga mahasiswa asal Aceh Tengah yang KKM di Desa Tampui.
Banyak desa tetangga lokasi KKM mereka seperti Tampui, Dee, Puduek dan beberapa desa lokasi KKM Umuslim di kecamatan Panteraja, Ulim dan Bandar Dua hampir serentak melaksanakan tradisi teut apam.