Kota Mini, Hidup Segan Mati Tak Mau







Kota mini sebuah nama kota yang berada di kampung, kota ini bukanlah sebuah kota modern dengan fasilitas lengkap, layaknya kota baru yang dibangun sekelas kawasan properti real estate di kota besar dan kota maju.

Kota mini yang saya maksud hanya sebuah nama kawasan, bagian dari wilayah administratif desa Gampong Lada kecamatan Mutiara Timur Kabupaten Pidie.

Kawasan ini berlokasi di pinggir jalan lintas Banda Aceh- Medan KM 123, berjarak 700 meter dari kota Beureunuen Kecamatan Mutiara, lebih kurang 10 KM dari Kota Sigli ibukota kabupaten Pidie.

Luas lahan kota mini sekitar 5000 M2, terdapat sekitaran empat ratusan unit ruko dan puluhan kios, kebanyakan ruko dijadikan sarang walet.

Kota mini juga didukung sejumlah fasilitas umum, Telkom, kantor koramil, PLN, sekolah, perbankan, rumah sakit dan fasilitas terminal.

Kota mini dibangun masa Bupati Pidie almarhum Drs Nurdin Abdurrahman, MSi, sekitar tahun 1984, kota ini juga diberi nama Bandar Mutiara merupakan ibukota Kecamatan Mutiara Timur.

Tahun 2004, usai acara penerimaan penghargaan karang taruna di kemensos RI, saya berkesempatan bersilaturahmi dengan mantan Gubernur Aceh almarhum Prof.Syamsuddin Mahmud di

kediamannya pada sebuah apartemen di Jakarta.

Almarhum Prof.Syamsuddin Mahmud adalah putra kelahiran Gampong Lada tempat lokasi kota mini berada, saat saya bersilaturahmi beliau sempat bercerita sejarah pembangunan kawasan kota mini oleh Bupati Pidie almarhum Nurdin AR.

Menurutnya saat dirinya di Bappeda Aceh, pernah menyarankan kepada Bupati Nurdin AR, agar penamaan kawasan pertokoan di Gampong Lada diambil nama dari sejarah atau historis kawasan tersebut. 

Karena di sudut Gampong Lada seputaran kota mini ada lokasi dengan nama “Kuta Mee dan Ulee Kuta ujar pak Syam tanpa menjelaskan lebih detil sejarah dua nama tersebut kepada saya.

Menurut almarhum pak Syam, nama itu cocok untuk nama lokasi pembangunan pertokoan tersebut, “Tiba- tiba saat peresmian sudah disebut dengan nama kota mini, ujar pak Syam.

Nama itu bagus juga agak kekotaan, kalau nama bersejarah yang sudah ada juga baik, nanti anak cucu bisa teringat sejarah nama lokasinya, jelas pak Syam.

Lokasi kota mini, awalnya adalah lahan  persawahan milik masyarakat, kemudian dilakukan tukar guling dengan pemilik sawah, setiap pemilik yang mempunyai sawah ukuran 1 naleh tanah sawah (2500 m2) dikonversikan mendapat satu unit ruko dua lantai.

Begitu juga pemilik yang luas tanahnya kurang dari ukuran tersebut, diberikan jatah toko sesuai perhitungan luas tanahnya. 

Saat poses pembebasan tanah pembangunan kota mini berjalan lancar tanpa hambatan apapun, ini membuktikan masyarakat khususnya pemilik tanah mendukung penuh program Bupati Nurdin AR untuk pengembangan dan pembangunann wilayah tersebut.

Konsep pembangunan kawasan baru kota mini merupakan obsesi almarhum Nurdin Abdurrahman dalam program pengembangan kota dagang Beureunuen.

Kota mini diharapkan menjadi penopang dan pendukung perluasan dan pengembangan kota Beureunuen masa depan.

Bupati Pidie almarhum Nurdin Abdurrahman dikenal sebagai bupati yang visioner memiliki obsesi dan inovasi dalam memajukan daerah dan mensejahterakan rakyatnya.

Sehingga sampai hari ini masyarakat Pidie yang pernah merasakan kepemimpinannya masih tergiang dan mengenang kepemimpinan beliau.

Banyak warisan karya kepemimpinan beliau yang tersisa, saat ini dinikmati masyarakat Pidie, salah satunya kawasan pertokoan kota mini desa Gampong Lada Kecamatan Mutiara Timur.

Komplek kota mini juga dibangun terminal bus, sekarang bangunan terminal jadi ruang salah satu perkantoran, saat konflik pernah dijadikan markas aparat keamanan.

Sepeninggal Bupati Nurdin Abdurrahman, sudah beberapa kali terjadi suksesi Bupati Pidie, puluhan kali pergantian camat dan mungkin ratusan kali mutasi kepala dinas/SKPK yang menangani pasar, belum lagi janji kampaye sejumlah jurkam parpol.

Tetapi belum ada seorangpun dimasa kepemimpinannya, bisa merubah wajah kota mini menjadi satu kawasan yang maju dan berkembang.

Kota mini selalu luput dari lirikan mereka, sehingga kota maju yang menjadi harapan dan impian masyarakat sebagai ibukota Kecamatan Mutiara Timur, hanyalah sebuah kota mati dengan

sejumlah jejeran bangunan ruko pencakar walet dan hiasan bangunan gubuk berwajah kumuh.

Kota mini ibarat kota tanpa kepedulian penguasa atau daerah yang tidak bertuan untuk sebuah pusat perdagangan tingkat kecamatan.

Dulu pada awal pemekaran kecamatan Mutiara Timur, saat camat dijabat Drs Iskandar Abbas sempat mengalang dukungan mengaktipkan kota mini sebagai pasar ibukota Kecamatan Mutiara Timur, karena daerah terus dilanda konflik upaya tersebut terhenti.

Menurut informasi geuchik Gampong Lada Tgk Razali A.Taleb, sudah ada rencana mengaktipkan pasar ikan kota mini sebagai lokasi alternatif pasar ikan, karena pasar ikan Beureunuen akan direvitalisasi.

Tgk Razali mengharapkan hendaknya program pembukaan pasar ikan kota mini bisa permanen, karena pasar ikan Beureunuen kondisinya sempit sudah layak direlokasi, sebagai upaya mendukung pasar Beureunuen menuju kota yang tertib,nyaman, higines dan aman.

Harapan geuchik Razali tentunya merupakan harapan masyarakat khususnya pemilik tanah yang sudah berkorban mendukung pembangunan kawasan kota mini saat awal pembangunan, menjadi kawasan perdagangan pendukung kemajuan pasar Beureunuen sehingga memberi manfaat kepada masyarakat banyak.




Kalau ingin memajukan kota mini, mungkin bisa ditiru konsep program pengembangan dan pembenahan pasar di Banda Aceh, antara kawasan pasar Aceh, kawasan Peunayong atau pasar Al Mahirah.

Untuk dagangan ikan, daging, sayur, dagangan basah dan hasil bumi seperti biji melinjo, coklat, pala bisa disediakan tempat di kota mini.

Sedangkan pasar Beureunuen, fokus bahan pangan, rumah tangga, pakaian, kelontong, elektronik, kain dan barang lain selain pasar basah.

Ini hanya sebatas pemikiran mungkin untuk lebih fokusnya dinas terkait bisa melakukan kajian lebih detil lagi.

Kalau pasar kota mini diurus dan ditata dengan baik, bukan tidak mungkin akan jadi kawasan pendukung dan penyokong kemajuan kota Beureunuen, apalagi letak kota mini dengan pasar Beureunuen tidak terlalu jauh.

Yang penting ada niat mendukung pembangunan dan pengembangan pusat perputaran perekonomian dengan memajukan pasar di dua lokasi.

Tujuannya tentu untuk memajukan pasar atau daerah, meningkatkan pemberdayaan ekonomi, juga meningkatkan pemasukan PAD.

Jangan ada pemikiran, kalau kota mini maju, bergeliat dan berkembang jadi pesaing kota Beureunuen, ini pemikiran keliru, tidak mungkin hal itu terjadi, ibarat langit dan bumi.

Sekarang bagaimana konsep, agar dua lokasi pasar saling mendukung dan keterkaitan, sehingga bisa menjadi satu kawasan perdagangan maju dan berkembang.

Untuk mewujudkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, diperlukan perhatian, keseriusan dan upaya maksimal dari pemerintah, serta kerjasama dan dukungan berbagai pihak.

Kalau tidak, sampai kapanpun kota mini tetap dalam lingkaran : Hidup Segan Mati Tak Mau.