Krueng Simpo
merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen,
tepatnya berada di Km 18 jalan nasional Bireuen-Takengon. Bagi masyarakat
wilayah pesisir dan tengah, nama desa tersebut tak asing lagi, karena Desa
Krueng Simpo terkenal dengan objek wisata pemandian sungainya.
Di
sini juga terdapat satu lokasi yang sering dijadikan tempat beristirahat bagi
masyarakat yang bepergian ke Gayo atau pun sebaliknya, yaitu Cot Panglima di Km
27. Kawasan Cot Panglima sudah dijadikan lokasi wisata, karena memiliki
pemandangan alam yang indah. Embusan semilir angin sepoi-sepoi yang dingin,
jalan sedikit berliku dan mendaki, dikelilingi hutan lebat dan tebing yang tinggi, menjadi daya
tarik lokasi ini sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para pelintas.
Saat
konflik bersenjata berkecamuk di Aceh, kawasan ini justru sangat angker dan
menyeramkan, karena kabarnya mayat sering dibuang ke jurang Cot Panglima.
Selain itu, kawasan ini terbilang sepi kalau malam. Tapi sekarang, kawasan
tersebut sudah sangat indah dan aman buah dari perdamaian dan di lokasi ini
juga sudah tersedia musala yang megah.
Topografi
Desa Krueng Simpo yang saya kunjungi ini sedikit berbukit dan hutannya lebat.
Desa ini berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah, berpenduduk 358 kepala keluarga (KK) atau 1.346 jiwa.
Rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun.
Dengan
luas wilayah 7.000 ha, membuat Krueng Simpo menjadi desa terluas di Kecamatan
Juli, Bireuen. Di sini terdapat enam dusun: Dusun Alue Keumiki, Keude, Kamar
Mandi, Buket Subur, Mina, dan satu dusun yang berada paling jauh dari gampong
induk, yakni Dusun Bivak. Untuk menuju dusun ini kita harus menelusuri sejumlah
jalan kecil dan melewati rimbunnya pepohonan lebat di kiri dan kanan jalan
melalui Kecamatan Jeumpa.
Pada
masa pandemi Covid-19 sekarang ini, Keuchik Krueng Simpo, Safrizal (35)
mencetuskan sebuah inovasi yang patut diapresiasi. Beliau menggagas Program
Sikula Gampong (Sigap) yang di launching tanggal 21 Juli 2020 di balai
pertemuan kantor keuchik setempat. Ini merupakan inovasi di bidang pendidikan
yang lahir dilatarbelakangi oleh realitas tidak aktif (libur)-nya sekolah
selama masa pandemi. Selama sekolah tutup, banyak anak di kampung yang berkeliaran tidak belajar.
“Jadi, kami
berinisiatif agar anak-anak usia wajib belajar tidak terbengkalai
pendidikannya, jangan sampai juga mereka putus sekolah di masa pandemi, maka
pemerintah gampong mencari solusi sebagai alternatif,” ujar Safrizal.
Akhirnya, lahirlah Program Sigap yang dikelola
oleh pemerintah gampong. Program ini termasuk salah satu program pembangunan
Gampong Krueng Simpo di sektor pendidikan yang tidak harus bergantung selamanya
pada anggaran pendapatan dan belanja gampong (APBG). Menurut Safrizal yang
kebetulan sarjana pendidikan, program ini merupakan satu terobosan yang dimulai
di tingkat desa untuk mengatasi kendala di bidang pendidikan bagi anak-anak
penduduk desa itu yang tak mendapatkan kesempatan belajar secara tatap muka,
karena wilayah Bireuen pun belum tergolong zona hijau Covid-19.
Ia
tambahkan, berharap bimbingan dan pendampingan dari orang tua murid di rumah
sudah pasti tak ada, karena rata-rata penduduk desa ini merupakan petani dan
pekebun yang setiap hari beraktivitas ke luar rumah. “Pulangnya kadang
menjelang magrib bahkan ada yang baru tiba di rumah pada malam hari. Kapan lagi
mereka sempat mengajar atau mendampingi anaknya belajar dari rumah?” kata
Safrizal.
Atas
dasar pertimbangan itulah perangkat desa di gampong tersebut melahirkan Program
Sigap, agar anak-anak usia sekolah bisa terus belajar meski sekolah diliburkan.
Agar
tetap menarik, belajar di Program Sigap ini tidak hanya terfokus pada pelajaran
seperti di sekolah, tetapi juga menerapkan metode belajar sambil bermain.
Misalnya, ada materi pembentukan karakter, belajar membaca, menulis, berhitung,
belajar komputer, ilmu agama, juga belajar kesenian dan budaya. “Alhamdulillah,
Sigap ini ternyata diminati murid dan orang tuanya. Buktinya sekarang sudah 215
peserta yang ikut program ini,” ujar Safrizal.
Dengan
adanya Program Sigap ini, lanjut Safrizal, ia berharap anak-anak Gampong Krueng
Simpo tidak ketinggalan materi pelajaran akibat liburnya sekolah di masa
pandemi. Tentunya program ini dapat bersinergi dengan program peningkatkan
kegiatan keagamaan, pelestarian budaya, dan berkesinambungannya program gampong
yang sudah dijalankan selama ini, seperti pengajian Alquran, zikir, dalail
khairat, meurukon, dan sanggar seni.
Alhamdulillah,
teryata inovasi ini mendapat dukungan dari masyarakat dan berbagai pihak, baik
dari pemerintah kabupaten maupun tokoh masyarakat dan pendidikan. “Mereka
sangat mendukung Program Sigap ini. Inovasi ini akan kami jadikan sebagai
program belajar nonformal jangka panjang dan berkelanjutan dengan metode
program belajar menerapkan pendidikan
umum dan pendidikan agama,” jelas Safrizal.
Bagaimana
konkretnya proses pembelajaran di Sigap ini? Dalam praktiknya, kata Safrizal,
peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil, lalu para relawan yang
tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, menjadi tenaga pengajar di balai
desa dan kantor keuchik.
Untuk
tenaga pendidik sampai kni dibantu oleh sejumlah relawan, mereka hadir dengan
sukarela memberi ilmu tanpa minta bayaran. Para relawan ini berasal dari
berbagai kalangan. Ada guru dari desa tersebut, baik PNS maupun non-PNS,
anggota Karang Taruna gampong, maupun relawan dari luar desa.
Di
antara relawan luar desa yang sudah pernah berpartisipasi mengajar di sini
adala anggota Aksi Cepat Tanggap (ACT), MRI, Rangkang Sastra, Himpunan
Mahasiswa PGSD Universitas Almuslim,
Himpunan Mahasiswa Matematika Universitas Almuslim, juga relawan Gerakan
Perempuan Bireuen (GPB).
Biaya
opersional Sigap, sebut Safrizal, bersumber dari APBG, swadaya masyarakat, dan
bantuan sosial dari pihak swasta, “Alhamdulillah, berkat dukungan semua pihak,
Sikula Gampong di desa kami sudah berjalan dengan baik,” ujar Safrizal yang
memangku jabatan keuchik di desa itu sejak tahun 2015.
Menurut
alumnus Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Almuslim
Peusangan ini, dalam menjalankan kegiatan ini ia selalu berkoordinasi dengan
berbagai pihak dan melibatkan sejumlah personel Satgas Penanganan Covid-19
Gampong Krueng Simpo.
Ia
sangat berterima kasih kepada seluruh warga Krueng Simpo, para relawan
pengajar, dan pihak lainnya yang telah membantu terlaksananya proses
belajar-mengajar pada Program Sigap tatkala Covid-19 masih menjadi penghalang
dilaksanakannya pembelajaran secara tatap muka di sekolah.
Sejauh
yang saya amati, Sigap ini sangat bermanfaat membantu masyarakat untuk
mendapatkan akses pendidikan bagi anak-anaknya di tengah prahara pandemi
corona. Program ini juga dapat diandalkan dalam pencegahan Covid-19 di klaster
sekolah. Ayo, desa mana lagi yang akan berinovasi di masa pandemi ini?