Nasib ‘Uroe Ganto’ di Tengah Prahara Corona







Matangglumpang Dua, Selasa, 14 April 2020 09:57

Uroe ganto berasal dari bahasa Aceh yang berarti hari pekan. Di tempat lain, seperti di Singkil, misalnya, uroe ganto ini dinamakan onan. Pihak yang mengatur jadwal, durasi, dan lokasi uroe ganto dinamakan haria peukan.

Uroe ganto merupakan tempat bertemunya secara tradisional antara pedagang dan pembeli untuk melakukan traksaksi jual beli. Biasanya diselenggarakan di tingkat kecamatan atau di pelosok kemukiman yang menghasilkan berbagai produk, baik pertanian, peternakan, maupun perikanan.

Bagi masyarakat pedalaman, meski saat ini dunia sudah digempur berbagai perangkat teknologi Revolusi Industri 4.0, tetapi uroe ganto masih tetap lestari dan diminati sebagai lokasi transaksi berbagai hasil usaha dan produksi masyarakat. Bagi masyarkat Aceh, uroe ganto selain merupakan pasar untuk bertransaksi, juga tempat silaturahmi dengan mitra dan sahabat, sambil duduk di warung kopi berdiskusi dan tukar pengalaman membahas persoalan yang dihadapi.

Berbeda jauh dengan suasana pasar dunia maya yang tercipta di era perkembangan teknologi dewasa ini, di mana antara penjual dan pembeli tak pernah bertemu muka dan berjabat tangan langsung. Uroe ganto justru ibarat pasar kaget, berlangsung dalam satu minggu hanya satu hari. Nah, pada hari tersebut antara penjual dan pembeli berinteraksi langsung, tanpa perantara.

Pedagang yang menjajakan berbagai jenis barang, khususnya barang kebutuhan pokok dan keperluan rumah tangga lainnya, datang naik kendaraan roda dua maupun roda empat. Berbekal payung atau terpal plastik mereka menggelar lapak dagangannya di sepanjang jalan kaki lima atau di lapangan terbuka yang telah ditentukan lokasinya oleh  haria peukan.

Saat uroe ganto proses transaksinya diawali dengan tawar-menawar. Tak jarang pula terjadi barter barang produksi antara petani dengan pedagang yang berasal dari kota.

Bagi petani, uroe ganto merupakan penantian selama satu pekan untuk menjual berbagai hasil panennya ke pasar. Hari tersebut juga sebagai hari untuk membeli berbagai keperluan pertanian, perkebunan, dan kebutuhan rumah tangganya untuk beberapa hari  ke depan.

Di uroe ganto masyarakat bisa mendapatkan berbagai hasil alam. Barang yang dijual pun banyak hasil olahan tradisional dan alami, seperti asam sunti, minyak makan hasil olahan kelapa dengan peuneurah, tikar pandan, bakong asoe (tembakau), beras, kecombrang (reubong kala), janeng, pisang, buah rumbia, ubi, pliek-u (patarana), labu tanah, daun pisang, sayuran, dan lainnya.

Rata-rata barang dari masyarakat tersebut  masih alami. Belum terkontaminasi zat pengawet dan packing modern, kecuali barang yang dijual pedagang  khusus dari kota yang tiap hari berdagang keliling ke beberapa tempat.

Di beberapa tempat uroe ganto, transaksi masih menggunakan metode atau cara tradisional ala kampung, misalnya dalam menghitung takaran isi barang yang dijual, menggunakan takaran are, siatout, sicupak, sikai, sihah, dan lain-lain. Pendeknya, hampir semua pengukuran menggunakan benda atau alat tradisional.

Rombongan warga ke uroe ganto biasanya juga tidak ketinggalan membawa anak-anak, apalagi kalau uroe ganto bertepatan dengan hari libur sekolah dan sehabis panen padi. Sebab, bagi masyarakat dan anak pedalaman, selain hari Idulfitri dan Iduladha, uroe ganto juga merupakan  hari kesenangan dan kegembiaraan bagi mereka.

Keikutsertaan anak-anak ke uroe ganto, tentunya dengan harapan mereka akan dapat mencicipi sepotong martabak PKB atau meminum segelas cendol, dan membeli siare boh rame. Tidak ada khayalan dan anganan di benak mereka, sampai bisa  mencicipi hamburger dan thai tea  di uroe ganto yang kadang makanan tersebut harganya tidak sebanding dengan barter hasil panennya.

Bisa menikmati kuliner made in  lokal  saja sudah merupakan kebahagiaan tiada tara bagi anak-anak kampung. Kesenangan tersebut pasti menjadi pengalaman dan menjadi cerita bersambung bersama kawannya untuk beberapa hari ke depan.

Yang tak kalah menariknya bagi masyarakat adalah selain menjadikan uroe ganto sebagai tempat transaksi penjualan, juga sebagai salah satu sarana hiburan menyaksikan penjual obat keliling berorasi. Salah satu ciri khas keramaian uroe ganto adalah adanya penjual obat keliling. Seakan tidak sah uroe ganto, apabila uroe ganto tersebut tanpa kehadiran pedagang obat keliling.

Pedagang obat ini mempunyai kemampuan orasi yang mantap, humoris, juga berkemampuan  cet langet  (berkhayal tinggi). Mereka mengeluarkan berbagai jurus, baik kemampuan orasinya, maupun atraksi yang ditampilkan. Tujuannya untuk mengumpulkan masyarakat sebagai pendengar, sekaligus pelanggan untuk membeli obat yang dijualnya. Biasanya informasi yang disampaikan pedagang obat merupakan informasi yang lagi “in” dan sedikit berbau politik, walau kadang belum tentu sepenuhnya akurat.

Saat Aceh dipimpin Prof  Dr Ibrahim Hasan, ia sering memanfaatkan kemampuan pedagang obat kaki lima sebagai komunikan untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan kepada publik. Tapi kini, seiring dengan penyebaran wabah corona (Covid-19) yang semakin masif, sebagai upaya mencegah penularan, pemerintah mengeluarkan kebijakan menjaga jarak antarsesama (physical distancing) yaitu pembatasan sosial dan tak berkerumun di tempat umum.

Sejak pemberlakuan maklumat tersebut, situasi uroe ganto berubah drastis. Banyak daerah yang tak lagi menggelar uroe ganto. Bagi masyarakat yang berbelanja kebutuhan rumah tangga, cukup membeli pada hari biasa, setelah itu langsung pulang, tidak lagi berwara-wiri ke setiap sudut lorong dan lapak pedagang. Masyarakat diminta untuk mematuhi kebijakan tersebut dan harus benamkan sejenak nafsu keinginan berwara-wiri menikmati hiruk pikuk uroe ganto.

Begitu juga bagi kaum bapak, biasanya sering menyempatkan diri menikmati hiburan, berbagai atraksi dan mendengar cang panah  penjual obat keliling, juga harus siap melupakan sejenak  kesenangan menikmati keramaian uroe ganto.

Karena suasana uroe ganto merupakan tempat berkumpul dan berkerumunya banyak warga dan menjadi salah satu jalur yang sangat cepat dalam penularan corona.

Saat kondisi daerah yang sedang darurat corona kini diperlukan kesadaran kita bersama untuk dapat menjalankan physical distancing  dan  social distancing secara disiplin. Mari kita patuhi maklumat pemerintah untuk berdiam di rumah dan selalu menjaga jarak.

Hindari dulu merapat di uroe ganto yang banyak kerumunan massanya, karena kalau tak patuh dan mengikuti setiap anjuran sesuai protokol penanggulangan virus corona, seperti ditetapkan WHO, dikhawatirkan akan terjadi penyebaran wabah Covid-19 secara besar-besaran dan akhirnya menjadi malapetaka bagi kita semua. 


Penulis : Zulkifli