Susahnya menjadi seorang ibu


Ibu adalah sebuah komponen sosial yang  konotasinya  sebagai seorang yang melahirkan dan mengasuh, dan semua manusia pasti mempunyai ibu karena tidak mungkin kita tiba-tiba ada didunia ini tanpa ada yang melahirkan, ibu adalah sosok yang luar biasa yang dimulai dari mengandung si jabang bayi sampai dalam hal pengasuhan, ibu mempunyai suatu makna tersendiri dibandingkan dengan makna ayah (Bapak), padahal keduanya sama-sama sebagai orang tua bagi anak-anaknya, kedekatan batin antara dirinya dengan seorang ayah sangat berbeda dengan kedekatan  dengan seorang ibu.

Kehadiran ibu dalam sebuah rumah tangga rasanya sangat sulit untuk diganti dengan kehadiran benda-benda mewah yang lain. Kehadiran seorang ibu dalam rumah tangga tidak hanya sebagai sosok yang melahirkan tapi juga sebagai sosok untuk pengasuhan, pembinaan dan pendidikan bagi seluruh anggota keluarga.
 Alkisah ada cerita pengalaman hidup seorang teman dimana ada satu keluarga yang berbeda lokasi kerja antara suami   dengan isterinya,  hampir dua tahun sudah kehidupan pasangan suami isteri tersebut direpotkan dengan berbeda lokasi kerja antara suami dan istri yang jaraknya hampir 4 jam perjalanan, Isteri  bekerja di sebuah rumah sakit yang kerjanya dengan sistem shif yang kadang-kadang masuk pagi, siang, kadang kala juga ada jadwal  sore atau malam.

 Di saat jam kerja dinas shif terpaksa isteri  harus berangkat kerja dengan meninggalkan suami dan dua orang anak, disaat itulah pekerjaan rutinitas rumah tangga  diserah terimakan dari jabatan yang telah bertahun-tahun disandang oleh sang isteri yang merupakan ibu dari anak-anak, tetapi karena panggilan tugas jabatan tersebut harus diterima oleh sang suami dengan iklas dan penuh tanggung jawab.

Pada  saat itulah sang suami  dinobatkan sebagai seorang “IBU” tanpa ada pemilihan ala pilkada atau  polling via SMS bahkan pelantikan juga dilakukan hanya sebatas rasa pengertian, kebersamaan  dan rasa tanggung jawab sebagai orang tua yang telah menerima amanah dari titipan Allah yang maha kuasa.

Pelantikan ayah menjadi seorang ibu (dalam arti tangung jawab pengasuhan ini) dilakukan  tanpa penyematan mahkota dikepala untuk menjadi seorang ibu dengan  tiga  orang anak, dimana anak yang paling tua  duduk tingkat Tsanawiyah yang nomor dua di kelas enam dan yang paling bungsu   duduk dikelas empat Madrasah Ibtidayah (MI).

Melihat usia ketiga anak tersebut tentunya   merupakan usia emas yang sangat membutuhkan layanan kasih sayang seorang ibu. Tetapi apa boleh buat, estapet layanan kasih sayang ibu harus dikemudikan langsung oleh sang suami demi mulusnya estafet perjalanan masa depan anak-anaknya.

 Disaat itulah suami dilatih berbagai metode pengasuhan, kesabaran, keuletan pokoknya semua metode yang ada pada diri seorang ibu harus bisa dikuasai oleh sang suami,  kecuali mengandung, melahirkan dan menyusui yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh laki-laki.
Setiap hari secara rutinitas, setelah isteri berangkat kerja maka mulailah pekerjaan rutinitas sehari-hari dirumah mulai dilakoni sang suami, mulai membangunkan anak-anak dipagi hari terus memandikanya sampai menyiapkan sarapan dan pengaturan uang jajan ke sekolah.

Dalam proses rutinitas selama 24 jam sebagai aktor seorang ibu rumah tangga, memang sungguh sangat terasa bagi  seorang laki-laki yang  serba kekurangan bidang pengasuhan anak, saat itulah naluri sebagai laki-laki terus menerawang untuk  meratapi tentang pekerjaan dalam rumah tangga yang harus dilakukan sebagai seorang Ibu.

Maka wajarlah  proses untuk menjadi ibu bagi seorang laki-laki rasanya cukup berat untuk dilakoni sendiri, kisah diatas  baru hanya untuk dua orang anak yang tinggal bersamanya karena satu orang lagi tinggal di sekolah berasrama, anak yang tinggal bersamanya yang satu, kebetulan sekolahnya masuk pagi, kemudian untuk  anak kedua  sekolahnya masuk siang, rutinitas pekerjaan untuk pengasuhan mulai membangunkan, memandikan dan mempersiapkan segala hal yang berhubungan persiapan kesekolah harus diurus dan dibimbing seperti layaknya urusan seorang ibu.

Akan tetapi apa yang dilakukan sang suami masih cukup banyak kekurangan, rasanya tidak mampu dilaksanakan, makanya dalam persiapan tersebut timbul protes dari anak-anak, juga adanya rasa ketidaknyaman pada diri anak, karena adanya perbedaan sentuhan dalam mengayomi dan mengasuh untuk mempersiapkan berbagai keperluan untuk persiapan sekolah anak-anak.

Padahal apa yang telah dilakukan telah cukup maksimal untuk melayani dan membimbing mereka agar mereka tidak terlambat ke sekolah, mereka terasa terayomi dan merasakan seakan-akan mereka ada ibunya berada disamping seperti biasanya, tetapi anak-anak tersebut  tetap merasa ada yang kurang dalam layanan yang diberikan oleh seorang ayah, padahal semua hal tersebut telah dilakukan oleh ayahnya dengan sentuhan lembut dengan mata, kaki, tangan, hati seorang ibu.

Dalam mengasihi makananpun sesuai apa yang menjadi selera sang anak, tetapi rasa memiliki ibu tetap menghantui pikiran anak, padahal sang suami terus mencoba mendalami pikiran anaknya apa yang harus dilakukan, agar anak-anak bisa lebih dekat batinnya kepada ayah/bapaknya, tapi apa yang diperankan nampaknya masih jauh dari harapan yang diharapkan oleh anak-anak.

Mereka tetap menginginkan pelayanan dan pengasuhan benar-benar seperti asuhan seorang ibu secara utuh. Walaupun  kadang-kadang ada anak yang lebih dekat kepada ayahnya dibandingkan ibunya tapi ada hal lain yang tidak mereka rasakan dari seorang ayah disaat mereka dapatkan sentuhan tangan seorang ibu.

Dari pengalaman kisah tersebut  saya berkesimpulan bahwa untuk mengantikan peran ibu dalam mendidik dan mengasuh generasi masa depan sangatlah berat dan  susah bagi seorang laki-laki, Ketulusan kecintaan dan kasih sayang seorang ibu dalam mendidik anak  sangat terasa dan berbeda jauh dengan sentuhan dari seorang laki-laki.

Dimana Ibu selalu melakukan suatu pekerjaan dengan sentuhan lembut dan mengayomi dilandasi semangat tanpa pamrih, tak pernah putus asa  juga tak mengharap balasan apa-apa. Karena dalam mendidik dan membina anak dalam rumah tangga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, karena sangat berpengaruh bagi perkembangan anak, maka peran ibu dalam rumah tangga sangatlah bermakna dan penting.

 Karena Ibulah pendidik pertama yang bisa  menjadikan usia emas dengan mengisinya  berbagai macam hal yang menyenangkan, bermanfaat termasuk  pendidikan berkarakter, dan akidah akhlak .
Agama   Islam sendiri sangat memuliakan seorang “IBU”  hal ini dapat kita lihat dalam AlQuran dimana  Allah Swt sangat meninggikan derajat seorang ibu dibandingkan derajat laki-laki. Dan Seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dimana menceritakan kisah seorang yang menghadap Rasulullah S.A.W seraya berkata : Siapakah orang yang paling berhak untuk saya temani dan layani, Ya Rasulullah ? “ Rasulullah S.A.W menjawab “Ibumu” laki-laki itu kembali bertanya, ”kemudian siapa lagi Rasulullah S.A.W Rasulullah menjawab “ibumu,” Laki-laki itu kembali bertanya, kemudian, siapa lagi? Rasullullah S.A.W. menjawab, ”Ibumu,” “Laki-laki itu bertanya lagi “kemudian siapa lagi Rasulullah SAW, menjawab, ”Bapakmu “(HR.Bukhari dan Muslim).

Dalam hadist tersebut betapa Allah sangat menghargai dan meninggikan derajat seorang Ibu sampai tiga derajat dibandingkan dengan derajat kaum laki-laki. Dalam hadist yang lain Allah juga menempatkan ibu pada tempat yang sangat mulia seperti dalam hadist Riwayat Nasa”i dan Thabrani yang berbunyi “Bersungguh-sunguhlah dalam berbakti kepada ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah telapak kakinya”.

Dari riwayat tersebut betapa mulianya seorang ibu yang tidak sanggup untuk ditandinggi oleh laki-laki, ketinggian derajad seorang ibu karena jasanya dalam mengandung, melahirkan, mengasuh dan mendidik putra-putrinya, upaya laki-laki untuk menjadi dirinya sebagai seorang Ibu yang baik secara totalitas tetap tidak akan sebanding dan  sanggup dilakoni.

Rasanya sangatlah berat  untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, karena sentuhan dan pendekatan yang dilakukan dalam mengasuh, mendidik anak-anak tidak sebanding dengan pengorbanan dan pengasuhan yang telah dilakukan oleh seorang Ibu, karena peran seorang ibu dalam mengasuh dan  mendidik sangatlah strategis dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan seorang anak dalam rumah tangga.

 Pengabdian seorang ibu dalam mendidik sangat dipuji dan dipuja hal ini dapat dilihat dalam banyak syair-syair lagu seperti :Kasih ibu kepada beta ;Tak terhingga sepanjang masa; hanya memberi, tak harap kembali; Bagai cahaya menyinari dunia kegelapan.

Itulah beberapa baris lagu yang mengisahkan tentang kasih seorang ibu adalah kasih yang tidak pernah redup dan mati, dia akan menyinari anak-anak agar tidak tersesat dalam kegelapan kehidupan, oleh sebab itu kasih sayang seorang ibu sangatlah bermakna bagi kehidupan anak-anak .

Tulisan kisah ini bukanlah ungkapan protes tapi sebagai bahan instropeksi diri bagi kita untuk dapat menghargai peran dan jasa seorang ibu, dan  bagi suami dapat terhindar dari kasus  KDRT, juga sebuah kado dan penghargaan untuk profesi ibu dalam rangka memperingati Hari Ibu.
Selamat HARI IBU belaian kasih sayang dan doamu sangat menyejukkan hati seluruh keluarga.

Penulis : Zulkifli