Di aceh boleh dikatakan tidak ada gampong yang tidak ada warung kopi, hampir disetiap sudut gampong di aceh rata-rata mempunyai warkop berbentuk sederhana dan tradisionil.
Karena kondisi seperti itu, ada pendapat orang aceh pemalas, karena setiap waktu asyik nongrong di warung kopi, ada juga pendapat warung kopi merupakan tempat menggali ide mendapatkan berbagai informasi, ruang bersilaturahmi, berdiskusi, membahas sesuatu sambil meminum kopi, sehingga banyak orang menjadikan warkop sebagai ruang publik multi fungsi.
Bentuk warkop gampong di aceh sederhana dan tradisionil, mulai fasilitas meja, kursi, peralatan pengolahan saringan tradisionil, menu pendamping kopi, kue basah olahan masyarakat kampung secara tradisionil, seperti pulut, pisang goreng, boh rom-rom (klephon), timphan, agar-agar dan berbagai kue basah tradisionil lainnya.
Warkop gampong terdiri dari dapur kopi dengan pemanas bara api, peralatan saring kopi, peralatan minum, rak tempat kue, deretan bangku atau kursi panjang dari bahan kayu dan bambu ala desa dengan warna alami yang sudah kusam, sebagian juga ada kursi plastik.
Sebagian warkop di gampong rata-rata pelanggan tetap, tiap hari selalu nongkrong hanya untuk menikmati secanggir kopi, kecuali ada pertandingan sepakbola, tentunya pelanggan menghabiskan waktunya menonton televisi sambil menikamti kopi sampai selesainya pertandingan.
Kalau lagi ada turnamen bergengsi tingkat dunia, semua warkop berlomba memasang berbagai perangkat parabola untuk mempermudah menangkap siaran, pemilik warkop tidak menghiraukan lagi kondisi pengeluaran warkop yang penting siaran langsung bisa lancar.
Bagi masyarakat, menonton televisi di warkop, khususnya sepak bola dengan menikmati segelas kopi mempunyai keasyikan dan kenikmatan tersendiri, sehingga tidak heran apabila ada pertandingan bola bergengsi semua warkop penuh dan harus menambah kursi ekstra.
Pemesan kopi juga beragam ada pesan satu gelas duduk satu jam, ada juga pesan setengah gelas alias pancong duduk berjam-jam, sesuai kondisi keuangan pemesan.
Dulu kebiasaan orang tua di gampong saat keluar dari pekarangan rumahnya menuju ke sawah,ladang bahkan kantor, selalu memilih rute yang bisa singgah di warkop, hanya untuk menikmati secangkir kopi sambil bercengkrama dengan temanya sebelum menuju lokasi kerja masing-masing.
Bagi sebagian masyarakat aceh, warkop gampong selain untuk tempat rehat dan refresing selesai melakukan aktivitas sehari –hari, juga sebagai pusat informasi kondisi gampong, tempat diskusi masalah kemasyarakatan dan pembangunan gampong, ada juga menyebutkan dari warkop tersebut muncul berbagai ide pembangunan.
Kondisi yang penulis cerita di atas secuil kondisi tahun 2000 kebawah, kondisi hari ini ( tahun 2000 ke atas) atau pasca tsunami kondisi tersebut tentunya telah berubah total.
Seiring perubahan kondisi warkop di gampong sedikit banyaknya juga telah mengikuti perkembangan warkop di kota-kota yang pertumbuhan bak jamur dimusim hujan, baik di kota kecamatan, kabupaten dan provinsi.
Kondisi hari ini ada warkop gampong mengikuti kondisi warkop kota, mendesain menjadi cafe lengkap fasilitas hotspot wifi 24 jam, kursi sofa, sajian kopi mengikuti era masa kini dan berbagai fasilitas lainnya.
Kita sangat bangga dan berterima kasih pada pengusaha warkop yang telah membuka usaha cafe sesuai kondisi zaman, berarti pemilik warkop punya visi dan wawasan enterpreneur yang bagus, mampu membaca situasi peluang bisnis yang baik, usaha tersebut telah mewarnai pertumbuhan kuliner aceh dan meningkatkan ekonomi masyarakat menengah kebawah dan membuka lapangan pekerjaan.
Usaha dan kemajuan yang dijalankan kafe atau warkop semi kafe telah mewarnai proses peningkatan ekonomi masyarakat dan mempermudah beberapa pihak untuk memperlancar proses tugas dan pekerjaannya yang serba online, baik sebagai pekerja,mahasiswa dan masyarakat lainnya.
Dibalik keuntungan positif dari kehadiran warkop modern tersebut banyak juga yang salah dimanfaatkan, sehingga bisa menimbulkan mudharat bagi perkembangan generasi muda dan masyarakat secara umum, betapa tidak dengan sistem hotspot internet 24 jam, ada generasi muda telah menyalah gunakan fasilitas tersebut untuk enjoy dan nongkrong tanpa ada batasan waktu dan adab seorang anak yang hidup di negeri syariat.
Mereka lalai asyik bermain internet setiap sudut warkop untuk bermain judi online, mereka duduk di warkop dengan gaya setengah sopan, duduk jongkok kaki ke atas tempat duduk, ada juga sambil tiduran di kursi panjang, tanpa menghiraukan lagi orang tua yang kadang singgah untuk minum kopi.
Ada juga warkop atau kafe modern di kota besar saat azan, kadang menutup rapat pintu tokonya sampai satu nyamukpun tidak bisa masuk ke dalam toko, teryata dalam toko penuh dengan manusia yang asyik berselancar dengan internet tanpa menghiraukan azan, ataupun suara ngaji dari setiap corong mikrophone mesjid dan meunasah, fenomena ini bukan tidak mungkin suatu saat juga akan menjalar ke warkop semi kafe yang ada di tingkat gampong.
Kita tentunya tidak alergi dengan perkembangan Teknologi dan juga tidak membenci usaha warkop atau kafe, tetapi kondisi seperti ini, kita juga tidak ingin generasi aceh hilang peradaban, krisis moral dan akhlak, kalau hal ini tidak diantisipasi, kita sangat mengkhawatirkan krisis moral akan menjadi “Bom Waktu” baru selain narkoba ditingkat gampong
Inilah fenomena yang harus kita sikapi hari ini, dulu warkop gampong seakan begitu santun, sederhana dan ayem, tutup saat kegiatan keagamaan, pelanggan para orang tua duduk berdiskusi sebagai tempat refresing dengan hidangan secangkir kopi ditemani kepulan asap rokok daun nifah..
Untuk mengantisipasi diperlukan perhatian dan upaya preventiv dini, membuat aturan dan regulasi, tentunya perlu keterlibatan semua pihak, baik penguasa,pengelola warkop dan masyarakat agar usaha kuliner berjalan lancar dan maju, upaya menyelamatkan masa depan generasi muda juga berjalan baik.
Kondisi hari ini tentunya peran aktif orang tua untuk selalu memantau dan mengawasi remaja milenial harus ditingkatkan, kalau tidak diantisipasi dari sekarang, apa yang pernah disampaiakn Prof, Farid Wajdi mantan Rektor UIN Ar Raniry, “ Ini musibah yang lebih besar dari bom atom,” kekhawatirannya melihat generasi muda duduk di cafĂ© siang dan malam, bisa menjadi kenyataan.
Pemilik warkop perlu membatasi dan mengawasi terhadap hal tersebut sebagai upaya untuk menyelamatkan generasi muda dan mempertahankan budaya aceh yang penuh adab dan islami.
Seiring kehadiran warkop berbalut setengah kafe di tingkat gampong, seakan nilai-nilai islam dan peradaban pergaulan masyarakat aceh terkikis begitu cepat, , hal ini karena belum adanya kesadaran dari kita semua, baik orang tua, pemilik kafe dan juga pelanggan sendiri.
Memang semua masyarakat di tingkat gampong sangat membutuhkan warkop modern sebagai sebuah tempat dan ruang publik untuk sekedar refresing yang nyaman, tetapi dengan perkembangan teknologi saat ini sebagai warga yang berada di negeri syariat dan Naggroe Teulebeh ateuh rueng donya yang penuh peradaban, tentunya keberlangsungan adat budaya, etika dan pengamalan nilai-nilai agama pada generasi millenial juga perlu kita selamatkan.
Kebiasaan masyarakat aceh, dulu ada adab duduk di warkop antara anak, ayah dan menantu, begitu juga jadwal tutup warkop saat magrib, saat waktu sholat, kemalangan dan kegiatan lain yang berlaku dalam masyarakat, tentunya perlu dipertahankan dan dijalankan demi mempertahankan kelangsungan adat dan budaya aceh yang islami.
Penulis : Zulkifli