Mari saling Bermaaf-maafan



Pasca pelaksanaan pemilu serentak 2019, masyarakat Aceh langsung  menuju persiapan penyambutan bulan suci ramadhan, masyarakat  melakukan berbagai tradisi penyambutan, mulai  hari meugang seterusnya  menyemarakkan dengan  berbagai aktivitas  keagamaan lainnya di malam hari.
 Setelah satu bulan melaksanakan  ibadah puasa, akhirnya  semua  umat muslim dengan setia menunggu keluarnya cahaya Idul fitri dari ufuk timur, cahaya kegembiraan dan kemenangan, cahaya impian bagi umat muslim  setelah sebulan penuh menikmati berbagai keberkahan  ramadhan.

Tibanya bulan Syawal  pertanda hadirnya  cahaya Idul fitri,  menyambut datangya Idul Fitri masyarakat Aceh  menyambutnya dengan   berbagai macam tradisi, seperti Mak meugang, kemudian  tabuhan beduk (Tambo) dari  meunasah atau mesjid, malamnya  mengumandangkan takbir, tahmid dan berbagai macam kegembiraan yang penuh syari’ lainnya, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan  yang  dicapai setelah menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh

Hari raya Idul Fitri  merupakan puncak setelah  pelaksanaan ibadah puasa  ramadhan,  penyambutan  penuh  kegembiraan karena  telah berhasil melewati tiga fase dalam melaksanakan  ibadah ramadhan,  fase sepuluh awal  sebagai “rahmah”, kemudian  fase sepuluh di pertengahan sebagai “maghfirah” dan  ketiga fase Itqun Minan nar, sehingga semua umat islam khususnya yang melaksanakan ibadah puasa,  sangat berhak merayakan kegembiraan Idul fitri, Idul Fitri  memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang diraih seorang muslim yaitu Itqun Minan nar ( manusia yang bertaqwa).
Pasca ramadhan muncullah bulan syawal, hadirnya bulan syawal untuk membawa kemenangan bagi  yang sukses menjalankan ibadah puasa ramadhan. Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, bulan ini merupakan lambang kemenangan umat Islam di kancah peperangan melawan musuh besar  hawa nafsu. Kehadiran bulan syawal bagi seorang muslim, ibarat  terlahir kembali sebagai manusia yang bersih dan fitrah, maka pribadi yang sukses melaksanakan berbagai perintah di bulan ramadhan di akhiri dengan menunaikan zakat fitrah, menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan.  

Jadi makna Idul Fitri, kembalinya kita kepada keadaan fitrah (suci), atau bebas  dari segala dosa dan noda, untuk melihat kesuksesan, apakah seseorang telah masuk golongan yang fitrah, tentunya sangat tergantung  pada  perubahan perilaku kesehariannya setelah menunaikan ibadah puasa, dengan  menunjukkan peningkatan kualitas iman dan takwa kepada Allah, yang lebih baik dari sebelumnya.

Apabila  perilaku dan ciri kesucian atau fitrah  tidak muncul pada diri seorang muslim, berarti aktivitas  keagamaan yang dilaksanakan sebulan penuh di bulan ramadhan, belum mampu menjadikan derajat pribadinya meningkat  kepada kualitas fitrah sesuai  harapan pelaksanaan ibadah puasa, maka pribadi tersebut  bisa dinyatakan  tidak lulus (belum berhasil) menyandang titel fitrah.

Apabila  semuanya sudah fitrah atau berkualitas, maka bulan Syawal dapat menjadi momentum evaluasi atau cermin bagi kita dan seluruh masyarakat, untuk melihat  berbagai hal yang telah kita lakukan, baik sebelum, saat ramadhan  bahkan program setelah ramadhan.
Momentum bulan Syawal,  dimana kita di Aceh dan  seluruh masyarakat di Indonesia baru saja menyelesaiakan pelaksanaan pemilihan umum, baik  pemilihan presiden, legislatif dan DPD, maka di bulan penuh berkah ini,  dapat dijadikan  momentum  untuk mengevaluasi secara khusus,  berbagai hal yang telah kita lakukan baik sebelum pemilu, saat kampanye maupun pasca pemilihan.

Di Aceh dengan 20 partai peserta pemilu, ribuan  peserta calon legislatif, ditambah puluhan anggota DPD dan dua pasangan calon pilpres, mereka bertarung  berbagai  ragam taktik, tingkah dan pesona timses serta simpatisan, sehingga telah membuat cahaya persaudaraan dikalangan masyarakat sedikit meredup, bahkan hampir menyentuh titik perpisahan dan pertikaian yang  mengkhawatirkan.

Pelaksanaan pemilihan umum serentak telah berlalu, dibalik pesta itu banyak ekses muncul di masyarakat, seperti meredupnya semangat persaudaraan, kekeluargaan diantara peserta dan pendukung, sehingga pelaksanaan pemilu tersebut  telah meninggalkan jalan persahabatan penuh lobang, titi silaturahmi banyak terputus, sehingga banyak perjalanan menuju kefitrahan setelah melaksanakan ibadah puasa ramadhan jadi terganggu.

Untuk konteks meredupnya cahaya persaudaraan dan persahabatan,  bagi  masyarakat aceh yang pernah hidup pada masa konflik tentunya sudah sangat paham, kondisi sosial kemasyarakatan saat itu, dimana kehidupan bermasyarakat penuh kecurigaan dan ketakutan. Maka pasca pemilu serentak yang baru saja diikuti, sudah sepatutnya masyarakat mengevaluasi dan merenung kembali bagaimana suasana dan nasib kelam masa konflik dan kondisi kekinian.

Pemilu serentak telah berlalu, kikis habis semua pernak-pernik perseteruan persaingan kandidat pemilu, lenyapkan semua sifat kebencian, kemarahan, dendam membara, serta berbagai sifat jelek lainnya, yang pernah muncul saat mendukung jagoannya sebagai kandidat peserta pemilu, karena sifat itu merupakan benalu yang akan mengerogoti  semua sifat kebaikan dan berbagai amalan wajib lainnya yang sudah kita tabung selama melaksanakan ibadah di bulan ramadhan.

Alhamdulilah berkat siraman cahaya penerapan syariat islam dan taburan  semangat menjunjung tinggi adat istiadat yang bermartabat,  penyinaran cahaya pertikaian  tidak begitu meluas, semua kandidat, timses dan simpatisan bisa memadamkan semua bara api pencahayaan pertikaian, dengan setting penyinaran cahaya, yang memberikan kesejukan dan penerangan persaudaraan yang hangat, demi terwujudnya persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat.

Walau begitu, sedikit banyak tentunya masih ada sisa bara perselisihan yang masih berasap, untuk menghilangkan bara tersebut, tentunya momen bulan syawal ini, merupakan kesempatan terbaik untuk menghilangkannya, mari kita siram bara api kebencian dan menutup lobang kecurigaan persahabatan, dengan taburan semangat rekonsiliasi bernuansa persaudaraan, kekeluargaan, tumbuhkan semangat silaturahmi dan bermaaf-maafan antar sesama.

Tingkatkan tebaraan pesona keikhlasan menuju titi persahabatan, lenyapkan sikap  mengejek dan membenci, junjung tinggi  sikap saling menghargai dan menghormati, tingkatkan sikap sabar dan ikhlas, lahirkan  kesamaan pandangan, antara sikap dan niat kita, untuk satu kesatuan pemikiran dalam merajut dan mengapai satu cita-cita, menuju manusia yang bersih dan fitrah demi tercapainya negeri yang Baldatun Thaibatun Warabbur Ghafur, kalau kesatuan ini tidak terwujud, tentunya perjalanan menuju kefitrahan dan cita-cita masyarakat sejahtera juga tidak akan tercapai.

Bulan syawal merupakan momentum untuk memulihkan kembali berbagai kedap kedip cahaya pergesekan dan perbedaan warna di antara masyarakat, mari kita buang jauh perbedaan pilihan  warna-warni  bendera pesta demokrasi, sekarang waktunya  bersatu padu, berpegangan tangan menyingsing lengan baju, dalam semangat kekeluargaan, persaudaraan dibawah lambaian  warna putih yang suci (fitrah).

Bulan Syawal juga merupakan   bulan penuh keceriaan, di bulan ini orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang tulus, meminta maaf dan memaafkan yang bersalah yang pernah dilakukan dan diperbuat. Betapa bulan Syawal menjadi bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan Allah, karena dibulan ini semua umat Islam menguatkan ikatan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

Momentum Idul Fitri, hendaknya menjadi ajang bermaaf-maafan penuh persaudaraan dan kekeluargaan, serta menjadi  titi penyeberangan dari penyakit hati dan berbagai sikap kebencian lainnya, menuju lokasi kefitrahan yang hakiki. Jadikan Idul fitri pasca pemilihan umum serentak tahun ini, sebagai racun api  untuk memadamkan semua bara api kebencian menuju suasana kefitrahan yang telah menghiasi perjalanan ibadah ramadhan.

Hari meugang dan ramadhan, sarat  nuansa sosial, kepedulian dan kesetiakawanan, nuansa tersebut telah memberikan begitu banyak makna dan arti bagi kita untuk menata kehidupan yang berkualitas, menuju kehidupan yang abadi di hari nanti. Maka di hari raya dan bulan yang penuh Fitri ini, mari kita jadikan titik awal dimulainya  penataan kehidupan yang lebih baik penuh kedamaian, persaudaraan, persahabatan dan  kekeluargaan tanpa kecurigaan menuju persiapan kehidupan yang abadi.

Inilah kesempatan untuk merajut kembali silaturahmi yang sempat tergores dan tersobek dengan berbagai perilaku dan sikap saat pesta demokrasi yang sudah berlalu, apalagi kita sebagai makhluk sosial, sangatlah  penting untuk tetap menjaga tali silaturahmi, bukankah silaturahmi merupakan wujud iman kita kepada Allah dan hari akhir, bahkan dalam sebuah hadis disebutkan bahwa tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahim.

Maka di momen Idul fitri ini, kesempatan kita rajut kembali silaturahmi yang mungkin sempat terputus dan tersobek, kita lapngkan dada untuk saling bermaaf-maafan secara ikhlas dalam bingkai persahabatan, dengan menebarkan aroma wewangian keharuman persaudaraan dan kekeluargaan, sebagai wujud harumnya wewangian ketaqwaan yang sudah kita gapai dengan susah payah pada bulan ramadhan. Semoga apa yang kita cita-citakan untuk menjadi hamba yang bertaqwa dapat terwujud. Amin YRA. Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir batin. 

Penulis : Zulkifli