Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
akhirnya menetapkan hasil akhir sidang perselisihan pemilu Pemilihan Umum, pada Kamis tanggal 27 Juni 2019 bertepatan 23
Syawal 1440 H.
Proses penetapan hasil sidang yang berlangsung sangat melelahkan dan menegangkan
dilakukan tim hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang berjumlah sembilan orang
antara lain: Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede
Palguna, Suhartoyo, Manahan M.P Sitompul, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Mereka dalam menjakankan amanah telah
berusaha mengedepankan semangat independen, tangung jawab dan istiqomah dalam bersidang guna mencari
dan menetapkan hasil yang sesuai dengan
fakta dan data, keputusan mereka ambil tentunya bukan sebatas kepuasan
dan pertangung jawaban di dunia saja tentunya juga di akhirat nanti.
Tulisan ini terinspirasi atas keprihatinan keberadaan masyarakat di srata paling bawah,
kadang mudah tervokasi berita hoak dan
terjebak kepanatikan buta, mengabaikan semangat persaudaraan dan tidak
menghiraukan koridor aturan demokrasi, mereka lebih mengedepankan adu kekuatan
dengan menggunakan antene tidak maksimal.
Penetapan hasil oleh hakim MK sudah
pasti tidak bisa membuat semua orang puas, ada yang gembira, bersedih, kecewa,
ada juga cuek begitu saja, yang kalah tidak usah kecewa, yang menang tidak usah
eforia dan melecehkan yang kalah, apapun hasilnya sikap kita tetap bersaudara, janganlah hasil penetapan MK menjadi benih
tumbuh suburnya bibit perpecahan dan terputusnya silaturahmi.
Penetapan sengketa pilpres oleh MK di menit-menit akhir
bulan Syawal 1440 H, begitu juga hasil
Pleno di tingkat KIP/KPU daerah yang sudah dilaksanakan, hendaknya
menjadi renungan bagi kita, sebagai
momentum mengevaluasi berbagai hal yang telah kita lakukan, baik
sebelum pemilu, saat kampanye maupun pasca pemilihan.
Kalaupun masih ada sisa-sisa perasaan ketidakpuasan karena kecurigaan terjadinya
kecurangan dan ketidakdilan, tentunya sudah ada saluran dan mekanisme sesuai
Undang-Undang yang berlaku.
Di Aceh dengan 20 partai peserta pemilu,
ribuan peserta calon legislatif,
ditambah puluhan anggota DPD dan dua pasangan calon pilpres, mereka
bertarung berbagai ragam taktik, tingkah dan pesona timses serta
simpatisan, sehingga membuat cahaya persaudaraan dikalangan masyarakat sedikit
meredup, bahkan hampir menyentuh titik perpisahan dan pertikaian yang mengkhawatirkan.
Untuk konteks meredupnya cahaya
persaudaraan dan persahabatan, bagi masyarakat Aceh yang pernah hidup pada masa
konflik tentunya sudah sangat paham, kondisi sosial kemasyarakatan saat itu,
dimana kehidupan bermasyarakat penuh kecurigaan dan ketakutan. Sudah sewajarnya
ekses pemilu serentak yang baru saja terjadi, masyarakat mengevaluasi dan
merenung kembali bagaimana suasana dan nasib kelam kehidupan masa konflik.
Pelaksanaan pemilihan umum serentak
telah berlalu, bayangan pemenang juga sudah kita tahu, dibalik pesta itu banyak
ekses muncul di masyarakat, meredupnya semangat kekeluargaan, putusnya kancing persaudaraan
diantara peserta dan pendukung, sehingga telah meninggalkan jalan persahabatan
penuh lobang, titi silaturahmi banyak terputus, sehingga banyak perjalanan
menuju kefitrahan setelah melaksanakan ibadah puasa ramadhan jadi terganggu.
Sekarang kikis habis semua pernak-pernik
perseteruan persaingan, lenyapkan semua sifat kebencian, kemarahan, dendam
membara, serta berbagai sifat jelek yang pernah muncul saat mendukung jagoannya
sebagai kandidat peserta pemilu, karena sifat itu merupakan benalu yang mengerogoti
semua sifat kebaikan dan berbagai amalan wajib lainnya yang sudah kita
tabung selama melaksanakan ibadah di bulan ramadhan yang baru saja kita
tinggalkan.
Walaupun masih ada sisa bara
perselisihan yang masih berasap, di akhir bulan syawal ini merupakan kesempatan
terbaik untuk menghilangkannya, mari kita siram bara api kebencian dan menutup
lobang kecurigaan persahabatan, dengan taburan semangat rekonsiliasi bernuansa
persaudaraan, kekeluargaan, tumbuhkan semangat silaturahmi dan bermaaf-maafan
antar sesama, karena kita belum tentu akan ketemu lagi di bulan Syawal
mendatang.
Tingkatkan tebaraan pesona keikhlasan,
saling menghargai dan menghormati menuju titi persahabatan, lenyapkan
sikap mengejek, membenci, padamkan semua
bara api pencahayaan pertikaian, dengan setting penyinaran cahaya, yang
memberikan kesejukan dan penerangan persaudaraan yang hangat, demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat, lahirkan kesamaan pandangan, antara sikap dan niat
untuk satu kesatuan pemikiran, dalam merajut dan mengapai satu cita-cita, menuju
manusia yang bersih dan fitrah.
Nuansa
bulan syawal momentum memulihkan kembali berbagai kedap kedip cahaya pergesekan
dan perbedaan warna di antara masyarakat, mari kita buang jauh perbedaan
pilihan warna-warni bendera pesta demokrasi, sekarang waktunya bersatu padu, berpegangan tangan menyingsing
lengan baju, dalam semangat kekeluargaan, persaudaraan dibawah lambaian warna putih yang suci (fitrah).
Betapa bulan Syawal menjadi bulan penuh
berkah, rahmat dan ampunan Allah, bulan penuh keceriaan, orang-orang bersuka
cita bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang tulus,
meminta maaf dan memaafkan. Bulan ini semua umat Islam menguatkan ikatan tali
silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.
Semoga pasca penetapan hasil pleno KIP
Aceh dan sengketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di bulan Syawal ini,
membawa keberkahan bagi kemajuan dan kemakmuran masyarakat. Jadikan perseteruan
dan perselisihan selama pemilihan umum serentak, sebagai titi penyeberangan untuk
kita jadikan titik awal, dimulainya
penataan kehidupan yang lebih baik, penuh kedamaian, persaudaraan,
persahabatan dan kekeluargaan tanpa
kecurigaan demi terwujudnya negeri yang
Baldatun Thaibatun Warabbur Ghafur.
Pesta demokrasi sudah berlalu, berbagai efisode drama perseteruan dan perselisihan telah berakhir, layar sudah diturunkan, palu
sudah di ketok, sekarang kesempatan merajut
kembali silaturahmi yang tergores dan tersobek oleh berbagai perilaku dan sikap
kita saat pra dan pasca pesta demokrasi berlangsung.
Saatnya kita lapangkan dada untuk saling bersalam-salaman,
maaf-memaafkan secara ikhlas dalam
bingkai persahabatan, dengan menebarkan aroma wewangian keharuman persaudaraan
dan kekeluargaan, sebagai wujud harumnya wewangian ketaqwaan, yang sudah kita
gapai dengan susah payah pada bulan ramadhan lalu.
Sebagai makhluk sosial, sangatlah penting untuk tetap menjaga tali silaturahmi,
bukankah silaturahmi merupakan wujud iman kita kepada Allah SWT dan hari akhir?
Semoga
apa yang kita cita-citakan untuk menjadi hamba yang bertaqwa dapat terwujud.
Amin YRA.
Penulis : Zulkifli