Oleh : Zulkifli, M.Kom
Penyelenggaraan Pemilu 2019 yang merupakan perintah
dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 14/PUU-XI/2013 kemudian diatur pada
UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, pelaksanaannya dilaksanakan secara
serentak antara pemilu legislatif
(pileg)dan pemilihan presiden (Pilpres), teryata dalam pelaksanaannya di lapangan banyak
menyisakan berbagai persolaan, hal ini karena terjadi jatuh korban jiwa yang
disebabkan efek kelelahan saat menjalankan tugas sesuai amanah yang telah
diberikan.
Ribuan orang yang terlibat sebagai
penyelenggaraan mulai dari KPPS dan PPS, pengawas harus harus mendapat perawatan medis, dan ratusan
telah meninggal dunia, korban tersebut selain dari kelompok penyelenggara juga
dari pengawas dan intitusi keamanan juga banyak yang jatuh korban.
Dengan kenyataan tersebut sekarang semua sudah angkat
bicara termasuk hakim Mahkamah Konstitusi
(MK) yang meloloskan penyetujuan putusan
pelaksanaan pemilu serentak ini telah mengakui kekeliruannya.
Untuk kedepan pemilu serentak ini benar-benar harus
di evaluasi, karena penyelenggaraan pemilu serentak telah menambah beban kerja
yang cukup berat bagi penyelenggara pemilu di tingkat bawah, baik Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan
Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) serta pengawas, semua pekerjaan dan tanggung jawab mereka di
lapangan selama ini luput dan tidak disadari oleh pembuat kebijakan di tingkat atas.
Pengamatan saya di lapangan mulai tingkat PPK, PPS
dan KPPS, Pengawas, mereka melakukan pekerjaan yang membutuhkan fisik yang luar
biasa, bekerja dengan penuh tanggung jawab dan sangat berat harus berjibaku
siang malam, kenyataan hari ini sudah banyak dari mereka mengalami kelelahan yang
sangat luar biasa, banyak jatuh korban
harus mendapat penanganan medis, sedangkan honor yang mereka terima sangat minim.
Jumlah Panitia Pemungutan Suara (PPS) tiap desa 3 orang dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) tujuh orang dan ditambah anggota
linmas, dengan honor yang diterima tidak sebanding dengan tanggung jawab tugas,
rincian honor yang harus di potong pajak lagi, sudah minim dibeban pajak lagi,
jumlahnya mungkin tidak etis saya sebutkan rincian disini.
Yang sangat menyedihkan, anggota linmas harus sabar menggurut
dada, ada daerah yang tidak menyediakan
atribut linmas, ketika berada di pintu masuk TPS, mereka terlihat seperti masyarakat biasa, padahal atribut
bagi mereka sangat perlu untuk sebuah pengakuan, penghormatan dan membedakan
mereka sebagai pengawal keamanan pada ring satu setiap TPS.
Kita sangat sesalkan berbagai kejadian pada pemilu
serentak yang menimpa penegak demokrasi
di lapangan, Memang awalnya tujuan
pelaksanaan pemilu serentak ini bagus
yaitu untuk penghematan, teryata telah memakan korban yang cukup banyak, sungguh
jumlah korban yang sangat besar untuk sebuah pelaksanaan demokrasi di negeri
yang aman dan damai.
Dengan jumlah personil yang sangat terbatas, tugas
yang cukup berat ditambah ancaman dan rayuan dari para caleg nakal agar mau
berbuat curang merupakan tantangan yang cukup besar bagi penyelenggara pemilu
di tingkat kecamatan dan desa dalam mempertahankan semangat kejujuran, bersikap
adil dan integritas dalam menjalankan tugas.
Belum lagi dengan tugas perbaikan data dan
terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU) akan menambah beban kerja, mereka
bekerja tanpa pamrih dan penuh tangung jawab
tanpa mempersoalkan honor yang
diberikan, mereka benar-benar bekerja ala
Superman tetapi makan Supermi (tanpa biaya poding).
(Superman adalah
suatu tokoh fiksi dalam sebuah cerita yang mempunyai kekuatan lebih untuk
melaksanakan satu tugas dibandingkan kekuatan manusia biasa termasuk punya kekuatan
untuk terbang), sedangkan Supermi
adalah sejenis makanan ringan yang biasa dimakan sebagai makanan pelengkap,
bukan sebagai makanan utama penambah asupan gizi.
Maka sangat wajar saya tamsilkan kerja penyelenggara
pemilu yang begitu berat, bahkan sudah diluar batas jam kerja harian, sedangkan
honor yang mereka dapatkan sungguh sangat minim, berbeda jauh dengan beratnya tangung
jawab tugas yang mereka kerjakan.
Kita acungi jempol atas keikhlasan dan pengabdian yang telah
ditunjukkan oleh pengawal demokrasi ini, walaupun belum mendapat perhatian yang
wajar dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
Memang secara aturan honor dan insentif mereka semua
disediakan oleh pemerintah pusat melalui KPU, tetapi pemerintah daerah juga jangan
tutup mata bagi mereka yang telah berjibaku siang malam mensukseskan pesta
demokrasi di daerah, karena kalau pemilu gagal di suatu daerah yang menjadi
gagal bukan hanya pemerintah pusat tetapi yang paling utama adalah pemerintah
daerah.
Jadi sangatlah wajar suatu daerah mengambil satu
kebijakan untuk dapat mendukung dan mensukseskan pemilu diwilayah masing-masing,
apapun yang mereka lakukan, apalagi di daerah pelosok bisa jadi taruhan nyawa
bagi mereka, demi suksesnya pemilu dan nama baik daerah.
Hendaknya pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/
kota dapat memberikan dengan mengalokasikan sedikit tambahan honor atau
insentif lain, sebagai penghargaan ucapan terima kasih bagi pahlawan demokrasi ini.
Sekarang dengan kenyataan dilapangan mari kita buka
hati, bagaimana caranya untuk dapat memberikan perhatian bagi mereka dan
pemerintah harus dapat mengambil satu sikap dan kebijakan untuk membantu pahlawan
demokrasi ini.
Saya sempat menanyakan pada beberapa Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan PPS di beberapa desa dalam kabupaten
Bireuen, mereka mengakui beban kerja yang cukup berat dan butuh ketelitian dan
fisik yang prima untuk bisa menjalankan tugas tersebut, mereka akui pemilu
serentak ini sangat berat.
Kalau pemerintah tidak menambah dan memperhatikan tambahan
sedikit honorarium ataupun dalam bentuk lainnya, berarti telah menyiksa mereka
dengan memberikan honor minim dengan kerja yang cukup berat, hal ini terjadi
karena banyaknya tambahan kerja dari pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres)
yang bersamaan dengan kerja pemilihan legislatif (pileg).
Mungkin pembuat kebijakan dalam menyusun UU
pemilu hanya berpedoman pada
penyelenggara pileg saja, atau alasan efisiensi tanpa membayangkan tambahan
kerja dari pemilihan presiden (pilpres), sehingga terjadinya persoalan seperti
ini, Alhamdulillah sekarang sudah ada wacana dari untuk mengevaluasi
pelaksanaan pemilu kedepan, semoga akan
lahir satu metode pemilu yang terbaik.
Menurut UU Pemilu nomor 7 tahun 2017, ada sebelas
point tugas kerja Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang harus dilaksanakan mulai
dari pengumuman daftar pemilih mengumpulkan hasil penghitungan suara dari
seluruh Tempat pemungutan suara (TPS) di wilayah kerjanya, belum lagi
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPU atau KIP Kabupaten/Kota.
Begitu juga dengan KPPS yang berjumlah tujuh orang
setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), dengan tujuh poin tugas yang juga tidak
kalah berat mulai dari pendaftaran pemilih yang butuh tingkat ketelitian dan rasa tanggung jawab
tinggi, mereka harus berjibaku siang malam, karena sedikit mereka lengah
terjadi kekeliruan dan pengisian data pemilih, serta saat hari H juga tidak boleh sembarangan meninggalkan lokasi,
karena untuk menghindari munculnya
kecurigaan, hujatan, saling tuduh dan ancaman dari masyarakat dan peserta
pemilu.
Maka tidak heran mereka penyelenggara baik KPPS
maupun PPS, Pengawas harus tidur di lokasi TPS bahkan ada yang sampai beberapa hari di lokasi, menunggu selesainya semua
proses perhitungan dan rekap suara di tingkat TPS dan mengantar sampai ke
tingkat PPK, belum lagi perjuangan bagi yang lokasi TPS di daerah terisolir
dengan insfrastruktur yang terbatas.
Kepada para caleg dan timses yang sudah mendapat
berbagai ilmu dari pembekalan dan amunisi strategi tentang berbagai proses tahapan pemilu, berhentilah saling
mengklaim bahwa para jagoannyalah yang menang,
berhentilah menghujat para penyelenggara dengan hinaan dan cacian yang
tidak mendasar apabila tidak ada bukti yang cukup.
Mari kita hormati proses pelaksanaannya sesuai
peraturan perundangan dengan kepastian hukum sampai proses penetapan akhir yang
dilakukan institusi resmi, jangan lakukan hal yang dapat merugikan kita semua.
Mari kita rawat demokrasi ini dalam bingkai persatuan
dan persaudaraan yang penuh nuansa kekeluargaan, hilangkan semua perbedaan lambang
dan warna partai, karena semua kita menjunjung nilai-nilai demokrasi.
Semoga semua kita jadi pemenang bukan pecundang, salut
dan apresiasi atas kerja ikhlas penyelenggara mulai tingkat kecamatan, dan gampong,
mari kita doakan dengan tulus semoga kerja
ikhlas mereka menjadi tambahan amal
pahala dan pengakuan dari masyarakat, sedangkan bagi mereka yang telah gugur dalam mengawal
demokrasi ini husnul khatimah...Aamiiin YRA.
Cerita ini pernah tanyang di http://aceh.tribunnews.com tanggal
29/04/2019/ dengan judul PPS dan KPPS Kerja Superman Makan Supermie.